Sindrom
nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba,
terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap,
atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic
Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia,
hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan
gangguan klinis ditandai oleh:
ØPeningkatan
protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
ØPenurunan
albumin dalam darah
ØEdema
ØSerum
cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)
Tanda –
tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus (Sukiane,
2002).
B.Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui,
akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi
antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1.Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif
autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2.Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
üMalaria
kuartana atau parasit lainnya.
üPenyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
üGlumerulonefritis
akut atau kronik,
üTrombosis
vena renalis.
üBahan
kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
üAmiloidosis,
penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3.Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau
disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada
biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk
membaginya menjadi :
a.Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan
tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata
tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b.Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan
penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang
baik.
c.Glomerulonefritis proliferatif
·Glomerulonefritis
proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi
sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat.
·Dengan
penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel
mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
·Dengan
bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis
buruk.
·Glomerulonefritis
membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan
penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin
beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
·Lain-lain
perubahan proliferasi yang tidak khas.
4.Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang
mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
C.Patofisiologi
Terjadi
proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar
protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui,
meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan
retensi garam dan air.
Menurunnya
tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi
volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium
dan edema lebih lanjut.
Hilangnya
proteindalam serum menstimulasi
sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia).
Menurunnya
respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena
hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom
nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik
yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap
menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia.
D.Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah
:
ØProteinuria
> 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
ØHipoalbuminemia
< 30 g/l.
ØEdema
generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
ØAnorexia
ØFatique
ØNyeri
abdomen
ØBerat
badan meningkat
ØHiperlipidemia,
umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
ØHiperkoagualabilitas,
yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
E.Komplikasi
üInfeksi
(akibat defisiensi respon imun)
üTromboembolisme
(terutama vena renal)
üEmboli
pulmo
üPeningkatan
terjadinya aterosklerosis
üHypovolemia
üHilangnya
protein dalam urin
üDehidrasi
F.Pemeriksaan Diagnostik
vAdanya tanda klinis pada anak
vRiwayat infeksi saluran nafas atas
vAnalisa urin : meningkatnya protein dalam
urin
vMenurunnya serum protein
vBiopsi ginjal
G.Penatalaksanaan Terapeutik
oDiit
tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
oPembatasan
sodium jika anak hipertensi
oAntibiotik
untuk mencegah infeksi
oTerapi
diuretik sesuai program
oTerapi
albumin jika intake anak dan output urin kurang
oTerapi
prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1.Keadaan umum :
2.Riwayat :
Identitas
anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
Riwayat
kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
Riwayat
kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola
kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat
tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.
§Sistem
kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis,
diaphoresis.
§Sistem
pernafasan :kaji pola bernafas, adakah
wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung.
§Sistem
persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori,
fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
§Sistem
gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
§Sistem
perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
5.Pengkajian keluarga
üAnggota
keluarga
üPola
komunikasi
üPola
interaksi
üPendidikan
dan pekerjaan
üKebudayaan
dan keyakinan
üFungsi
keluarga dan hubungan
B.Diagnosa Keperawatan
1.Gangguan integritas kulit b/d edema dan
menurunnya sirkulasi.
Hipertiroid adalah respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan
bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang
menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker
tiroid.
B.B.Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid
disebabkan oleh penyakit graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya
merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan. Penyebab
hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah: Toksisitas pada
strauma multinudular, Adenoma folikular fungsional ,atau
karsinoma(jarang) , Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid
hipofisis), Tumor sel benih,missal karsinoma (yang
kadang dapat menghasilkanbahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian
tiroid fungsional)
Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya dapat
berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
Konsumsi Yodium Berlebihan. Kelenjar
tiroid memakai yodium untuk membuat hormon tiroid, bila konsumsi yodium
berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid. Kelainan ini biasanya timbul apabila
sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroidiodarone
(cordarone), suatu obat yang digunakan untuk gangguan irama jantung, juga
mengandung banyak yodium dan bisa menimbulkan gangguan tiroid.
C.Manisfestasi klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa
keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang
khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka
keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah
:
·Kecemasan,ansietas,insomnia,dan
tremor halus
·Penurunan
berat badan walaupun nafsu makan baik
·Intoleransi
panas dan banyak keringat
·Papitasi,takikardi,aritmia
jantung,dan gagal jantung,yang dapat terjadi akibat efek tiroksin pada sel-sel
miokardium
·Amenorea
dan infertilitas
·Kelemahan
otot,terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati proksimal)
1.Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol,
keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus
balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi
jantung.
2.Kelelahan
b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari
saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
3.PERENCANAAN
·Dx.
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak
terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung;
perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi,
irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan :
mempertahankan
curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan
tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal,
status mental baik, tidak ada disritmia
Intervensi :
-Pantau
tekanan darah pada posisi baring,duduk, &berdiri jika memungkinkan
-Pantau
CVP jika klien menggunakannya
- Periksa
adanya nyeri dada a/ angina yang dikeluhka klien
-Auskultasi
suara jantung ,perhatikan adanya bunyi jantung tambahan adanya irama gollap
& murmur sistolik
-Auskultasi
suara nafas
-Berikan
cairan melalui IV sesuai dengan indikasi
-Berikan
obat sesuai dng idikasi
-Memberikan
ukuran volume sirkulasi yg langsung & lebih akurat dan mengukur fungsi
jantung secara langsung pula
Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung
·Dx.
2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka
rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh. Tujuan asuhan keperawatan :
Megungkapkan
secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Intervensi
-Pantau
tanda vital & catat tanda vital baik saat istirahat maupun saat melakukan
aktivitas
-Berikan/ciptakan
lingkungan yg tenang;ruangan dingin,turunkan stimulasi sensori,warna2 yg
sejuk,musik santai
-Sarankan
klien u/ mengurangi aktivitas & meningkatkan istirahat di tempat tidur
sebanyak2 nya jk memungkinkan
-Berikan
tindakan yg membuat klien nyaman, separti; sentuhan bedak yg sujuk
-Barikan
obat sesuai dengan indikasi
-
4.EVALUASI
Curah dengan TTVjantung adekuat sesuai dengan kebutuhan
tubuh yang ditandai stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler
normal, status mental baik, tidak ada disritmia. Kemampuan untuk berpartisipasi
dalam melakukan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,ME and
moorhouse,MF: Rencana asuhan keperawatan,ed 3,jakarta:EGC,1999
Price,SA and wilson,LM; Patofisiologi:
konsp klinis prose-proses penyakit,vol 2,jakarta:EGC,2005
HIPOTIROIDISME
A.DEFINISI
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan
dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon
tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
B.PENYEBAB
Penyebab yang paling sering ditemukan
adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid
seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat
rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah
pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan
cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Kekurangan yodium jangka panjang dalam
makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif
(hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab
tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
C.GEJALA
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan
melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa
disalahartikan sebagai depresi. Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara menjadi
serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta wajah
menjadi bengkak. Banyak penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit
dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis, kasar dan kering;
kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal. Banyak penderita yang
mengalami sindroma terowongan karpal. Denyut nadi bisa melambat, telapak tangan
dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian samping
mulai rontok. Beberapa penderita, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa,
bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya akan
terjadi anemia dan gagal jantung.
Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan
ini bisa berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang
dan aliran darah ke otak berkurang.
Koma miksedema bisa dipicu oleh:
-cuaca
dingin
-infeksi
-trauma
-obat-obatan
(misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).
D.Komplikasi
dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah situasi yang
mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi
apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat
(misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu
dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah
hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan
(diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut
dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi
bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap
sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang
hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai
pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor
susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
E.Pengkajian
Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh
sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1
penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain
1.Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama.
2.Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
a.Pola makan
b.Pola tidur
(klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c.Pola aktivitas.
3.Tempt
tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4.Keluhan
utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a.Sistem pulmonary
b.Sistem
pencernaan
c.Sistem
kardiovaslkuler
d.Sistem musculoskeletal
e.Sistem neurologik
dan Emosi/psikologis
f.Sistem
reproduksi
g.Metabolik
5.Pemeriksaan
fisik mencakup
a.Penampilan
secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan
dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan
gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar,
tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b.Nadi lambat
dan suhu tubuh menurun:
c.Perbesaran
jantung
d.Disritmia
dan hipotensi
e.Parastesia
dan reflek tendon menurun
F.Diagnosa
dan Intervensi
1.Intoleran aktivitas berhubungan dengan.
kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
a.Atur interval waktu antar aktivitas untuk
meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditelerir.
Rasional
: Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat
yang adekuat.
b.Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika
pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan mandiri.
c.Pantau respons pasien terhadap
peningkatan aktititas
Rasional
: Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2.Konstipasi berhubungan dengan penurunan
gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang
normal.
Intervensi
a.Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
b.Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa
feses dan frekuensi buang air besar
c.Ajarkan kepada klien, tentang jenis
-jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak
keras
d.Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi
yang normal.
e.Dorong klien untuk meningkatkan
mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
f.Kolaborasi
: untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan fees.
3.Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan depresi ventilasi
Tujuan: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
a.Pantau frekuensi; kedalaman, pola
pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya
dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b.Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c.Berikan obat (hipnotik dan sedatip)
dengan hati-hati
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan
akibatgangguan obat
golongan hipnotik-sedatif.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin
diperlukan jika terjadi depresi pernapasan
4.Perubahan pola berpikir berhubungan
dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta
pernapasan.
Tujuan: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
a.Orientasikan pasien terhadap waktu,
tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b.Berikan stimulasi lewat percakapan dan
aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap
stres.
c.Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa
perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit
. .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif
dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang
tepat
HIPERTROFI KELENJAR TIROID
A. KONSEP MEDIS
1.Pengertian
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang
disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon
tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar -
debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun,
mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran
kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai
tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh
sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini
adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar
tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang
lama.
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran
kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda
hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
-Struma
mononodosa non toksik
-Struma
multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium
radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya
,nodul dibedakan menjadi,nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat
keras.
Pada penyakit struma nodosa nontoksik
tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan
permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan.
2.Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam
pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid
antara lain :
a.Defisiensi iodium
b.Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
c.Kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tyroid.
d.Penghambatan sintesa hormon oleh zat
kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
e.Penghambatan sintesa hormon oleh
obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
3.Manifestasi
Klinik
1)Berat badan menurun
2)Dispnea
3)Berkeringat
4)Diare
5)Kelelahan otot
6)Tremor (jari tangan dan kaki)
7)Oligomenore/amenore
8)Telapak tangan panas dan lembab
9)Takikardia, denyut nadi kadang tidak
teratur karena fibrilasi atrium, pulses seler
10)Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi
tidak stabil, insomnia.
11)Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan
getaran).
4.Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang
dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium
diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh
kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam
molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin
(T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tyroid.
5.Pemeriksaan
Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar
adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :
1)Pada palpasi teraba batas yang jelas,
bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
2)Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan
serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
3)Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)
dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
4)Kepastian histologi dapat ditegakkan
melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6.Penatalaksanaan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium
terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat antara lain yaitu :
a.Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
b.Penyuntikan lipidol
Sasaran
penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan
40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
c.Tindakan operasi
Pada
struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan
tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
B.KONSEP KEPERAWATAN
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan,
penulis menggunakan pedoman asuhan keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah
pasien secara ilmiah dan sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari
dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau
informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi
pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
7)Keamanan ; tidak toleransi terhadap
panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada
pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
8)Seksualitas ; libido menurun, perdarahan
sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
2.Diagnosa Keperawatan
Langkah selanjutnya adalah penentuan
diagnosa keperawatan yang merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara
nyata maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul.
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan
struma nodosa nontoksis khususnya post operasi dapat dirumuskan sebagai berikut
:
1)Resiko
tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2)Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3)Resiko
tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.
4)Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
3.Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan
rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien
sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi
kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka
disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
1)Resiko
tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi:
-Pantau
frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
-Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara ronchi.
-Kaji
adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
-Kaji
adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
-Bantu
dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional :
-Pernafasan
secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan
merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
-Ronchi
merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi yang cepat.
-Indikator
obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
-Menurunkan
kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
-Lakukan
pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik
sputum.
2.Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri,
ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi:
-Kaji
fungsi bicara secara periodik.
-Pertahankan
komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya
atau tidak.
-Memberikan
metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas
tulis/papan gambar.
-Antisipasi
kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
-Beritahu
pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan
segera
Rasional
:
-Suara
serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena
pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan
saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
-Menurunkan
kebutuhan berespon, mengurangi bicara.Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
-Menurunnya
ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
-Mencegah
pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan
bantuan.
3.Resiko tinggi terhadap cedera/tetani
berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
-Pantau
tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 –
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
-Evaluasi
reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
-Pertahankan
penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
-Memantau
kadar kalsium dalam serum.
-Kolaborasi
berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat)
Rasional
:
-Manipulasi
kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon
yang menyebabkan krisis tyroid.
-Hypolkasemia
dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma
yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
-Menurunkan
kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
-Kalsium
kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
-Memperbaiki
kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen.
4.Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan
relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
-Kaji
tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas
(skala 0 – 10) dan lamanya.
-Letakkan
pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal
pasir/bantal kecil.
-Pertahankan
leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi.
Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama
pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
-Letakkan
bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
-Berikan
minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan
Rasional
:
-Bermanfaat
dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas
terapi.
-Mencegah
hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
-Mencegah
stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
-Membatasi
ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
-Menurunkan
nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan
menelan.
4.Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim
kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan
keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
5.Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap
evaluasi ini akan difokuskan pada :
1)Apakah jalan nafas pasien efektif?
2)Apakah komunikasi verbal dari pasien
lancar?
3)Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
4)Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien
dapat terpenuhi?
5)Apakah pasien telah mengerti tentang
proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan pengobatannya?